Wadah Hati

Rabu, 12 Oktober 2011
Suatu ketika hiduplah seorang tua bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda sedang dirudung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air mukanya ruwet. Tamu itu memang tampak seperti orang yg tak bahagia. Tanpa membuang waktu orang itu langsung menceritakan semua masalahnya.
Pak tua bijak hanya mendengarkan dengan seksama, lalu ia mengambil segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air.
Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan.
"Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya", ujar pak tua.
"Pahit, pahit sekali", jawab tamu sambil meludah ke samping.
Pak tua itu sedikit tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingandan akhirnya sampai ke tepi telaga yang tenang itu. Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu, dan dengan sepotong kayu ia mengaduknya.
"Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah."
Saat tamu itu mereguk air itu, Pak tua kembali bertanya lagi kepadanya, "Bagaimana rasanya?"
"Segar", sahut tamu.
"Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu?" tanya pak tua.
"Tidak," sahut tamu itu.
Dengan bijak pak tua itu menepuk punggung si anak muda, ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
"Anak muda, dengarlah : pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam serbuk pahit, tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnyapun sama dan memang akan tetap sama. Tetapi kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung dari hati kita sendiri. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yang kamu dapat lakukan, lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu, luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."
Pak tua itu lalu kembali menasehatkan : "Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu menampung setiap kepahitan itu, dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
Keduanya lalu beranjak pulang, dan sama-sama belajar pada hari itu. Dan pak tua, si orang bijak itu kembali menyimpan serbuk pahit, untuk anak muda lain yang sering datang kepadanya membawa keresahan jiwa.
All great things have small beginning

0 komentar:

Posting Komentar