Kesaksian Jim Caviezel, Pemeran Yesus Dalam The Passion Of Jesus Christ

Senin, 01 Agustus 2011
Jim Caviezel adalah seorang aktor biasa dengan peran-peran kecil dalam film-film yang juga tidak besar. Peran terbaik yang pernah dimilikinya adalah sebuah film perang yang berjudul “The Thin Red Line” yang mana dia hanya memerankan salah satu tokoh dari begitu banyaknya aktor besar yang berperan dalam film kolosal itu. Dalam Thin Red Line, Jim berperan sebagai prajurit yang berkorban demi menolong teman-temannya yang terluka dan terkepung musuh, ia berlari memancing musuh kearah yang lain walaupun ia tahu ia akan mati, dan akhirnya musuhpun mengepung dan membunuhnya. Kharisma kebaikan, keramahan, dan rela berkorbannya ini menarik perhatian Mel Gibson, yang sedang mencari aktor yang tepat untuk memerankan konsep film yang sudah lama disimpannya, menunggu orang yang tepat untuk memerankannya.
Dan inilah kesaksian Jim Caviezel. pemeran Yesus dalam film "The Passion Of Jesus Christ" ...
"Saya terkejut suatu hari dikirimkan naskah sebagai peran utama dalam sebuah film besar. Belum pernah saya bermain dalam film besar apalagi sebagai peran utama. Tapi yang membuat saya lebih terkejut lagi adalah ketika tahu peran yang harus saya mainkan. Ayolah…, Dia ini Tuhan, siapa yang bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran Tuhan dan memerankannya? Mereka pasti bercanda. Besok paginya saya mendapat sebuah telepon, "Hallo ini, Mel". Kata suara dari telpon tersebut. "Mel siapa?", Tanya saya bingung. Saya tidak menyangka kalau itu Mel Gibson, salah satu aktor dan sutradara Hollywood yang terbesar. Mel kemudian meminta kami bertemu, dan saya menyanggupinya. Saat kami bertemu, Mel kemudian menjelaskan panjang lebar tentang film yang akan dibuatnya. Film tentang Tuhan Yesus yang berbeda dari film-film lain yang pernah dibuat tentang Dia. Mel juga menyatakan bahwa akan sangat sulit dalam memerankan film ini, salah satunya saya harus belajar bahasa dan dialek alamik, bahasa yang digunakan pada masa itu.
Dan Mel kemudian menatap tajam saya, dan mengatakan sebuah resiko terbesar yang mungkin akan saya hadapi. Katanya bila saya memerankan film ini, mungkin akan menjadi akhir dari karir saya sebagai aktor di Hollywood. Sebagai manusia biasa saya menjadi gentar dengan resiko tersebut. Memang biasanya aktor pemeran Yesus di Hollywood, tidak akan dipakai lagi dalam film-film lain. Ditambah kemungkinan film ini akan dibenci oleh sekelompok orang Yahudi yang berpengaruh besar dalam bisnis pertunjukan di Hollywood sehingga habislah seluruh karir saya dalam dunia perfilman.
Dalam kesenyapan menanti keputusan saya apakah jadi bermain dalam film itu, saya katakan padanya. "Mel apakah engkau memilihku karena inisial namaku juga sama dengan Jesus Christ (Jim Caviezel), dan umurku sekarang 33 tahun, sama dengan umur Yesus Kristus saat Ia disalibkan?" Mel menggeleng setengah terperengah, terkejut, menurutnya ini menjadi agak menakutkan. Dia tidak tahu akan hal itu, ataupun terluput dari perhatiannya. Dia memilih saya murni karena peran saya di "Thin Red Line". Baiklah Mel, aku rasa itu bukan sebuah kebetulan, ini tanda panggilanku, semua orang harus memikul salibnya. Bila ia tidak mau memikulnya maka ia akan hancur tertindih salib itu. Aku tanggung resikonya, mari kita buat film ini! Maka saya pun ikut terjun dalam proyek film tersebut. Dalam persiapan karakter selama berbulan-bulan saya terus bertanya-tanya, dapatkah saya melakukannya? Keraguan meliputi saya sepanjang waktu. Apa yang seorang Anak Tuhan pikirkan, rasakan, dan lakukan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membingungkan saya, karena begitu banyak referensi mengenai Dia dari sudut pandang berbeda-beda. Akhirnya hanya satu yang bisa saya lakukan, seperti yang Yesus banyak lakukan yaitu lebih banyak berdoa. Memohon tuntunanNya melakukan semua ini. Karena siapalah saya ini memerankan Dia yang begitu besar. Masa lalu saya bukan seorang yang dekat dalam hubungan denganNya. Saya memang lahir dari keluarga Katolik yang taat, kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga memang terus mengikuti dan menjadi dasar yang baik dalam diri saya. Saya hanyalah seorang pemuda yang bermain bola basket dalam liga SMA dan kampus, yang bermimpi menjadi seorang pemain NBA yang besar. Namun cedera engkel menghentikan karir saya sebagai atlet bola basket. Saya sempat kecewa pada Tuhan, karena cedera itu, seperti hancur seluruh hidup saya. Saya kemudian mencoba peruntungan dalam audisi-audisi, sebuah peran sangat kecil membawa saya pada sebuah harapan bahwa seni peran mungkin menjadi jalan hidup saya. Kemudian saya mendalami seni peran dengan masuk dalam akademi seni peran, sambil sehari-hari saya terus mengejar audisi. Dan kini saya telah berada dipuncak peran saya. Benar Tuhan, Engkau yang telah merencanakan semuanya, dan membawaku sampai disini. Engkau yang mengalihkanku dari karir di bola basket, menuntunku menjadi aktor, dan membuatku sampai pada titik ini. Karena Engkau yang telah memilihku, maka apapun yang akan terjadi, terjadilah sesuai kehendakMu.
Saya tidak membayangkan tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada bayangan saya. Di make-up selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan tetap berdiri, saya adalah orang satu-satunya di lokasi syuting yang hampir tidak pernah duduk.. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kostum kasar yang sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal sepanjang hari syuting membuat saya sangat tertekan. Salib yang digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Saat mereka meletakkan salib itu di pundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga. Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai memaki, menyumpah dan hampir pingsan karena tidak tahan dengan sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa yang sesungguhnya terjadi dan segera memberikan saya perawatan medis. Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti itu, namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saat dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau saya menolak untuk melanjutkan film itu. Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini. Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat didalam film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya. Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus. Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan. Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm. Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak kesakitan, bergulingan ditanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan. Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju, para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung diatas kayu salib, diatas bukit yang tertinggi disitu. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena hypothermia (penyakit kedinginan yang biasa mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya. Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh depresi. Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari adegan-keadegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia. Saya sungguh hampir gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa. Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar memberi kekuatan bagi saya untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia. Dia bukan sekedar mati, tetapi mengalami penderitaan luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisik maupun jiwaNya. Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat saya ada diatas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung diatas kami. Tapi Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang diceritakan. Saya ketakutan tergantung diatas kayu salib itu, disamping kami ada dibukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang. Dan sayapun tidak sadarkan diri. Yang saya tahu kemudian banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan nama saya, saat saya membuka mata semua kru telah berkumpul disekeliling saya, sambil berteriak-teriak "dia sadar! dia sadar!".
"
Apa yang telah terjadi?" Tanya saya. Mereka bercerita bahwa sebuah halilintar telah menghantam saya diatas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan saya dari situ. Tubuh saya menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau saya selamat dari peristiwa itu. Melihat dan merenungkan semua itu seringkali saya bertanya, "Tuhan, apakah Engkau menginginkan film ini dibuat? Mengapa semua kesulitan ini terjadi, apakah Engkau menginginkan film ini untuk dihentikan"? Namun saya terus berjalan, kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan. Selama itu benar, kita harus terus melangkah. Semuanya itu adalah ujian terhadap iman kita, agar kita tetap dekat padaNya, supaya iman kita tetap kuat dalam ujian. Orang-orang bertanya bagaimana perasaan saya saat ditempat syuting itu memerankan Yesus. Oh… itu sangat luar biasa… mengagumkan… tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Selama syuting film itu ada sebuah hadirat Tuhan yang kuat melingkupi kami semua, seakan-akan Tuhan sendiri berada disitu, menjadi sutradara atau merasuki saya memerankan diriNya sendiri.
Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan menerima Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh luar biasa. Padahal awalnya mereka datang hanya karena untuk panggilan profesi dan pekerjaan saja, demi uang.. Namun pengalaman dalam film itu mengubahkan kami semua, pengalaman yang tidak akan terlupakan. Dan Tuhan sungguh baik, walaupun memang film itu menjadi kontroversi. Tapi ternyata ramalan bahwa karir saya berhenti tidak terbukti. Berkat Tuhan tetap mengalir dalam pekerjaan saya sebagai aktor. Walaupun saya harus memilah-milah dan membatasi tawaran peran sejak saya memerankan film ini. Saya harap mereka yang menonton The Passion Of Jesus Christ, tidak melihat saya sebagai aktornya. Saya hanyalah manusia biasa yang bekerja sebagai aktor, jangan kemudian melihat saya dalam sebuah film lain kemudian mengaitkannya dengan peran saya dalam The Passion dan menjadi kecewa. Tetap pandang hanya pada Yesus saja, dan jangan lihat yang lain. Film itu telah menyentuh dan mengubah hidup saya, saya berharap juga hal yang sama terjadi pada hidup anda. Amin.
Sumber : dari forward email

Kisah Pertobatan Bintang Porno

Yesus sangat mencintai siapa saja yang mau menerima-Nya sebagai Juru Selamat, bahkan Shelley Lubben, seorang bintang film porno, bisa Tuhan jamah, Tuhan menangkan dan hidupnya berubah total.
"Sewaktu kamera mulai merekam, saya merasa sepertinya setan datang kepada saya, dan saya merasa hampir dapat melihat dia sambil berkata, ‘Kau lihat kan Shelley, setiap orang akan mencintaimu sekarang. Aku akan membuatmu terkenal!'" ujar Shelley memulai kesaksian hidupnya.
Ini adalah ketenaran yang diimpikan oleh semua orang. Saat Shelley pertama kali diperkenalkan kepada produser film porno perdananya, produsernya spontan bertanya, "Di mana kamu mendapatkan wanita yang luar biasa ini?" Dan karir Shelley pun melonjak dari seorang amatir menjadi seorang yang profesional dalam dunia film dewasa bersama dengan bintang film porno terkenal lainnya.
Shelley Lubben bahkan memenangkan penghargaan sebagai pendatang baru bintang porno terbaik. Tapi ketenaran membuatnya harus membayar sebuah harga yang mahal.
"Hal itu menghancurkan saya. Saya kehilangan kefeminiman saya, saya kehilangan setiap bagian dari Shelley setiap saya memerankan peran porno."
Wanita dari Glendora, California itu, tidak pernah berpikir bahwa hidupnya akan menjadi seperti itu. Sebagai seorang anak, Shelley membuka hatinya untuk Kristus dan berharap dia akan menjadi seorang pengkhotbah dan seorang penulis.
"Dulu saya sangat mencintai Tuhan. Dulu Tuhan sering berbicara kepada saya, dan ketika itu saya suka menulis puisi tentang Dia dan saya suka pergi dan menceritakan tentang Injil kepada setiap orang yang ingin mendengarnya. Saya sangat mencintai Tuhan saat saya masih kecil".
Namun cara pandang Shelley tentang cinta berubah. Kepolosan Shelley terenggut darinya karena sebuah kejadian yang sangat traumatik baginya.
"Saat saya berusia 9 tahun, saya dilecehkan secara seksual oleh seorang remaja laki-laki dan saudara perempuannya yang mana dia adalah teman sekelas saya. Sebagai seorang anak kecil, cukup berat membawa beban pedih itu kemana-mana. Saya tidak tahu bagaimana harus mengatasinya secara emosional. Saya marah karena saya penasaran tentang seks. Hal itu membuat saya merasa dicintai sekaligus merasa kotor. Dan saya pun mulai jatuh bangun dalam hal ini. Pada waktu saya remaja, saya mau menunjukkan hal itu."
Shelley mengubur sakit hatinya dengan seks dan obat-obatan terlarang. Pada waktu Shelley berusia 18 tahun, orang tuanya tidak dapat menanggung kehidupan Shelley lagi. Shelley pun berjalan di jalannya sendiri dan ia sangat membutuhkan uang untuk bertahan hidup. Hingga suatu saat, seseorang menawarkannya untuk mendapatkan uang dengan mudah.
"Seorang yang terlihat baik menghampiri saya. Dia merangkul saya dan berkata, ‘Kamu tahu, ada seorang pria di dalam apartemen di kompleks itu yang berpikir kalau kamu sangat cantik dan dia ingin kamu bercinta dengannya. Dia akan memberi kamu 35 dollar'. Dan saya terkejut, tidak tahu harus berkata apa. Saya pernah berhubungan seks, tapi saya belum pernah menjadi seorang pelacur. Jadi ada bagian dari diri saya seperti berkata, saya sudah tidak punya apa-apa lagi untuk dimakan, orang tua saya tidak peduli sama saya, Tuhan tidak pernah peduli pada saya, jadi kenapa tidak saya terima tawaran ini. Saya juga sudah tidak peduli lagi akan diri saya sendiri. Dan sejak itulah akhirnya saya terjun dalam industri seks," ujar Shelley mengisahkan awal dirinya mengenal dunia prostitusi.
Dunia pelacuran pun menjadi jalan hidupnya. Shelley hamil oleh salah seorang pelanggannya, tapi Shelley memutuskan untuk tetap membesarkan anak itu seorang diri. Setelah beberapa tahun, Shelley mulai jatuh bangun menghadapi gaya hidupnya yang berantakan dan ingatannya kembali kepada hubungan yang pernah dia miliki dengan Tuhan sewaktu ia kecil.
"Saya tidak pernah kehilangan iman saya dalam Tuhan, tapi saya sudah tidak percaya lagi kepada-Nya. Saat itu saya merasa tidak bisa lagi mempercayai siapapun dan saya hanya melakukan apa yang menurut saya memang perlu untuk saya lakukan. Itulah cara saya menimbang dan menjalani kehidupan saya."
Dunia pelacuran lambat laun mulai luntur dalam hidupnya. Shelley takut diperkosa atau dilempar ke dalam penjara seperti pekerja seks lainnya.
"Namun saat itu ada seseorang yang berkata kepada saya, ‘Kenapa kamu tidak menjadi bintang porno saja?' Saya bilang, ‘Porno?' Mereka bilang, ‘Iya!'. Dan saya bilang, ‘Saya belum pernah berpikir untuk melakukan itu. Kamu tahu dari mana?' Dan dia bilang bahwa mereka akan membayar saya 2000 dollar untuk sebuah film porno. Saya bertanya, ‘Itu untuk satu film?' Saya tidak tahu dunia seperti apa yang akan saya hadapi saat itu, mungkin seperti pelacuran, hanya saja yang ini legal. Jadi saya tidak perlu masuk penjara. Dan tawaran itu sangat menggiurkan bagi saya."
Tapi Shelley tidak tahu tentang harga yang harus ia bayar sebagai seorang bintang film porno. Pada hari pertama saat shooting akan berlansung, dia pun menemukan jawabannya.
"Tepat pada saat saya memasuki adegan itu, rasanya seperti ada restu dari setan dan urapan kegelapan yang jatuh pada saya. Sesuatu yang menakutkan, sesuatu yang sangat gelap. Tidak seperti dunia pelacuran, sepertinya saya tahu kalau saya berada dalam teritorinya iblis. Seperti diperhadapkan dengan setan, saya sungguh tidak percaya bahwa saya akan melakukan hal ini!"
Namun Shelley mampu melewati hal itu dan karirnya melonjak. Ketenaran dan kekayaan menjadi suatu hal yang adiktif. Di balik layar, Shelley hancur.
"Saya pikir saya tidak akan pernah keluar dari pornografi karena saya merasa tidak ada pilihan lain untuk saya!"
Di saat-saat yang paling gelap dalam kehidupannya, Shelley merasakan kasih Tuhan menjamahnya. Bahkan Shelley mulai merasakan Roh Tuhan sebelum dia berpose di depan kamera.
"Tuhan seperti hadir di ruangan itu dan berkata, ‘Tolong jangan lakukan ini!' Tuhan benar-benar hadir! Dia berkata, ‘Shelley, tolong jangan lakukan hal ini!' Dan saya berkata, ‘Ya, tapi Engkau tidak memelihara hidup saya. Apa yang harus saya lakukan? Saya mahir dalam hal ini. Mereka mencintai saya. Mereka pikir saya hebat. Orang tua saya saja tidak peduli. Dan Tuhan, Engkau juga tidak peduli pada saya!' Tapi Yesus berkata, ‘Aku peduli! Aku sudah menanggung semuanya di kayu salib untuk kamu. Aku sudah bayar semuanya di sini. Aku mengampuni kamu.' Dan saya berkata, ‘Bagaimana bisa Engkau mengampuni saya? Saya sudah melakukan banyak hal yang sangat buruk!'" kisah Shelley sambil menangis.
Shelley tidak siap untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Tapi dia sudah tidak menjadi bintang film porno lagi. Shelley terkena penyakit kelamin dan secara diam-diam meninggalkan dunia film dewasa. Panggilan untuk bangkit, kembali datang dalam hidupnya.
"Saya mengalami sebuah kecelakaan mobil yang sangat parah. Mobil yang saya naiki terguling-guling dan saya yakin saat itu saya pasti mati. Saya pasti mati dalam kecelakaan ini. Saya yakin saya pasti akan masuk neraka. Itu hal pertama yang muncul dalam pikiran saya, saya pasti masuk neraka! Tapi ternyata saya selamat tanpa lecet sedikitpun. Saya bilang, Tuhan benar-benar sedang berbicara kepada saya. Saya tidak akan kembali menoleh ke belakang. Tuhan yang tahu apa yang akan saya lakukan selanjutnya. Tepat setelah itu saya bertemu dengan seseorang yang sekarang sudah menjadi suami saya, Garrett," kisah Shelley menceritakan bagaimana Tuhan menyatakan kuasa-Nya atas hidupnya.
Garrett, suami Shelley saat ini, menceritakan mengenai awal hubungannya dengan Shelley.
"Waktu itu saya sedang berada di titik terbawah dalam hidup saya. Saya mulai memakai obat-obatan terlarang. Waktu saya bertemu Shelley, saya bertemu dengan seseorang yang berada di level hidup yang sama dengan saya, dan kami mulai menjadi sahabat baik. Kami tidak dapat dipisahkan. Saya tidak pernah berhasrat untuk melakukan hubungan seksual dengan Shelley, hubungan kami seperti sahabat. Cerita tentang Tuhan dan Yesus saat kami masih kecil mulai membangun kami, dan kami pun memiliki hubungan persahabatan yang semakin erat. Dan kami benar-benar menyadari bahwa hubungan kami mulai menuju ke arah yang berbeda."
Pria yang awalnya adalah sahabatnya tak lama kemudian menjadi suaminya. Bersama-sama, Shelley dan Garrett kembali kepada Yesus. Dan Tuhan menolong mereka dengan membersihkan kehidupan mereka.
"Saya mulai melihat Tuhan sebagai sosok Bapa. Bukan seperti Tuhan yang ada di langit dan berkata supaya kita harus mengikuti segala perintah-Nya, kalau tidak kita akan dihukum. Tuhan menjadi seperti seorang Bapa untuk saya," ujar Shelley mengisahkan awal pemulihan dalam hidupnya.
Tuhan secara ajaib menyembuhkan penyakit kelamin Shelley. Namun pemulihan dirinya secara emosional memerlukan waktu yang cukup lama. Shelley bergumul untuk belajar menjadi seorang istri dan ibu dari 3 orang anak perempuan. Shelley mempelajari Alkitab untuk menemukan jawabannya.
"Saya harus belajar untuk mengampuni setiap orang karena saya menyalahkan semua orang atas segala hal yang terjadi dalam kehidupan saya. Jadi Tuhan ajarkan saya tentang pengampunan, karena kalau Tuhan telah mengampuni saya, kenapa saya tidak bisa mengampuni orang lain?"
Shelley juga telah mengampuni dirinya sendiri dan dia telah meninggalkan masa lalunya untuk selamanya.
"Sewaktu kita secara sadar mempraktekkan prinsip firman Tuhan, lambat laun hal itu akan menjadi kebiasaan dan terjadi dengan sendirinya di dalam diri kita. Merupakan hal yang alami bagi saya untuk melakukan firman Tuhan dari 2 Korintus 10:5 (Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus). Sudah menjadi hal yang alami bagi saya untuk menaklukkan segala pikiran yang negatif. Perlu waktu bertahun-tahun bagi saya untuk mempraktekkan hal itu, karena bisa Anda bayangkan bahwa saya memiliki banyak pikiran negatif yang harus ditaklukkan. Setan akan berulang-ulang berkata kepada saya ini adegan filmnya, ini skenarionya, ingat bahwa kamu dulu adalah seorang pelacur. Hal itu datang bertubi-tubi selama proses pemulihan itu. Karena itu saya harus memilih untuk mempercayai Firman Tuhan," Shelley mengisahkan proses pemulihan yang terjadi dalam hidupnya.
Saat ini Shelley pada akhirnya dapat membagikan kebebasan yang dia temukan dalam Kristus kepada anak-anaknya dan juga kepada dunia.
"Tuhan berkata kepada saya bahwa tidak satu ons pun dari sakit hati yang pernah saya alami menjadi sia-sia dan tidak mendatangkan kebaikan. Yesus sangat setia kepada saya. Dalam setiap hal Dia sungguh setia," ujar Shelley menutup kesaksiannya.
Tuhan tidak pernah sedikitpun melupakan Anda. Sekali Anda pernah berada di genggaman-Nya, tak akan ada satu kuasa pun yang sanggup mengambil Anda dari genggaman kasih Tuhan. Jangan pernah lupakan kasih-Nya dalam hidup Anda yang terkelam sekalipun. (Kisah ini ditayangkan 27 November 2008 dalam acara Solusi Life di O'Channel)
Sumber : Shelley Lubben/jawaban.com

Cara Berdoa

Dengan Allah yang sedemikian rindu menunggu untuk mendengarkan kita, serta hak yang sedemikian istimewa karena doa yang dapat kita gunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mendapatkan semua karunia-Nya, mengapa kita tidak lebih banyak meminta ?


Penyebab utamanya adalah musuh jiwa kita, yang ingin mencegah agar kita tidak mengembangkan hubungan yang akan memberikan sukacita dan kepuasan. Dan strategi musuh yang nomor satu untuk mencegah doa kita adalah dengan menggunakan kesibukan kita.


Nah, berikut ini adalah tips-tips singkat agar kita bisa berdoa yang menyenangkan hati Tuhan :




BERDOALAH SECARA SPESIFIK
Yesus ingin agar kita mendoakan hal-hal yang spesifik. Dia menggunakan roti dan ikan sebagai ilustrasi dalam Matius 7 untuk mengajarkan doa kepada para pendengarnya. Dia menggunakan berbagai kebutuhan hidup mereka yang umum dan biasa. Ketika kita berdoa, kita harus berdoa secara spesifik. Mintalah kepada Allah apa yang Anda butuhkan dengan spesifik sehingga ketika doa Anda dikabulkan, Anda akan mengetahuinya, kemudian memuji dan bersyukur kepada-Nya atas jawaban doa Anda. Kita tidak boleh menjadikan doa kita semacam permainan kepura-puraan rohani tanpa ada kaitannya dengan kebutuhan nyata yang menghadang kita. Permintaan Anda akan menjadi sangat spesifik, begitu pula dengan doa.


BERDOALAH DENGAN PRIBADI
Beberapa orang berpikir bahwa doa hanya dapat dilakukan secara bersama-sama. Jika mereka memerlukan doa, mereka menghubungi gereja dan meminta semua orang mendoakan mereka. Cara itu baik, tetapi doa pribadi tidak kalah baik dengan doa bersama. Doa adalah sesuatu yang bersifat pribadi. Untuk meminta sebagaimana kita seharusnya meminta menuntut suatu keheningan secara teratur di hadapan Allah, menyendiri ke tempat sunyi. Dalam Markus 1, sesudah Yesus bangun jauh sebelum matahari terbit untuk pergi ke luar sendiri dan berdoa, murid-murid-Nya mencari Dia. "Semua orang mencari Engkau", kata mereka ketika mereka menemukan-Nya (Markus 1 : 37).  Prinsip yang kita pelajari dalam kehidupan Yesus ini juga berlaku bagi kita sebagaimana hal itu berlaku bagi Yesus. Jika Yesus, Putra Allah, mempraktekkan disiplin dan ketetapan hati untuk menyendiri dari keramaian supaya Dia bisa menyendiri bersama Bapa untuk berdoa, maka kita juga harus melakukan itu.


BERDOALAH DENGAN JUJUR
Dalam pendahuluan untuk Mazmur dalam bukunya yang berjudul "The Message", Eugen Peterson menulis bahwa karena kita tidak berpengalaman dalam hal berdoa, "Kita menganggap bahwa pastilah ada bahasa 'orang dalam' yang harus kita kuasai sebelum Allah mendengarkan doa kita dengan serius. Namun, bahasa semacam itu tidak ada. Doa bersifat mendasar, bukan bersifat lanjut. Doa menjadi bahasa sarana bahasa kita untuk menjadi jujur, benar, dan bersifat pribadi dalam menanggapi Allah. Doa menjadi sarana untuk kita memperoleh segala sesuatu di kehidupan kita dalam keterbukaan di hadapan Allah".  Allah ingin kita mendekati-Nya dengan jujur, terbuka, dan tulus. Doa berhubungan dengan berbagai masalah dunia nyata yang disampaikan dalam bahasa dunia nyata. Allah tidak ingin kita menaikkan doa yang indah di hadapan-Nya, namun Dia ingin doa yang jujur dari dasar hati kita. Ketika kita membaca Mazmur, kita melihat bahwa Daud tidak pernah berusaha menyembunyikan apa yang dirasakannya mengenai berbagai hal ketika ia berbicara dengan Allah. Ia berbicara terus terang dan jujur ketika ia berseru kepada Tuhan. Kadang-kadang malah kita sendiri hampir tidak percaya bahwa Daud berani mengatakan halhal seperti itu kepada Tuhan.


BERDOALAH DENGAN TEKUN
Ingatlah untuk terus meminta, mencari, dan terus mengetuk. Berdoalah dengan ketekunan. Seorang dosen bernama Howard Hendricks yang adalah seorang yang luar biasa dan takut akan Tujan bercerita tentang suatu hal yang sangat menakjubkan. Suatu hari ia masuk kelas, dan dengan berurai air mata ia mengumumkan, "Tuan-tuan, saya ingin mengatakan sesuatu kepada Anda semua. Ayah saya yang berusia tujuh puluh tahun menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamatnya. Hal ini mungkin tidak ada artinya bagi Anda, tetapi hendaklah Anda ketahui bahwa selama empat puluh tahun saya telah berdoa setiap hari untuk keselamatannya. Dan, sesudah empat puluh tahun, Allah akhirnya mengatakan ya". Tidak heran Yesus mengatakan kepada kita agae selalu berdoa tanpa jemu-jemu. Akan ada hasilnya jika kita berdoa. Akan ada hasilnya jika kita berdoa tanpa jemu-jemu.


Nah, itulah tips-tips singkat tentang cara berdoa yang menyenangkan hati Tuhan. Semoga bermanfaat.


Sumber : David Jeremiah dalam buku "The Answer"

Kata inspiratif

Kemarahan adalah suatu kondisi di mana lidah bekerja lebih cepat dari pikiran.

Anda tidak dapat mengubah masa lalu, tetapi Anda dapat menghancurkan masa kini dengan mengkhawatirkan masa depan.


Saat paling gelap malam adalah sebelum fajar.

Jauhkan mata Anda terbuka lebar sebelum menikah, setengah tertutup sesudahnya.

Semua orang tersenyum dalam bahasa yang sama.

Sebuah pelukan adalah karunia besar .... satu ukuran cocok untuk semua. Hal ini dapat diberikan untuk setiap kesempatan dan mudah untuk bertukar.

Setiap orang perlu untuk dicintai ... terutama ketika mereka tidak pantas mendapatkannya.

Ukuran nyata dari kekayaan seseorang adalah apa yang dia telah berinvestasi dalam kekekalan.

Cinta ... dan Anda akan dicintai.

Setiap orang memiliki keindahan tetapi tidak semua orang melihatnya.

Sangat penting bagi orangtua untuk menjalani hal yang sama yang mereka ajarkan.

Hal-hal yang terbaik dan paling indah di dunia tidak dapat dilihat atau bahkan disentuh. Mereka harus dirasakan dengan hati.

Jika Anda mengisi hati Anda dengan penyesalan hari kemarin dan kekhawatiran masa depan, Anda tidak punya hari ini untuk disyukuri.

Pernikahan adalah seperti permainan kompromi. Ketika salah satu dari pemain berhenti mengorbankan, game ini akan berakhir.

Pilihan yang Anda buat hari ini biasanya akan mempengaruhi besok.

Luangkan waktu untuk tertawa, karena itu adalah musik dari jiwa.

Jika ada yang berkata buruk tentang Anda, hidup sehingga tidak akan percaya.

Kesabaran adalah kemampuan untuk siaga motor Anda ketika Anda merasa seperti stripping gigi Anda.

Cinta adalah diperkuat dengan bekerja melalui konflik bersama.

Hal terbaik yang bisa dilakukan orangtua untuk anak-anak mereka adalah untuk saling mencintai.

Kata-kata kasar tidak mematahkan tulang tetapi mereka hati istirahat.

Untuk keluar dari kesulitan, seseorang biasanya harus melalui itu.

Kami mengambil begitu saja hal-hal yang kita harus memberikan terima kasih untuk.

Cinta adalah satu-satunya hal yang dapat dibagi tanpa berkurang.

Kebahagiaan ditingkatkan oleh orang lain tetapi tidak bergantung pada orang lain.

Untuk setiap menit Anda marah dengan seseorang, Anda kehilangan 60 detik kebahagiaan yang Anda tidak pernah bisa kembali.

Lakukan apa yang Anda bisa, untuk siapa Anda bisa, dengan apa yang Anda miliki, dan di mana Anda